Jumat, 29 November 2013

Pulihkan Indonesia!

Hingar bingar pertumbuhan dan stabilitas perekonomian Indonesia terus bergaung. Macan asia kembali menancapkan cakarnya sebagai salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi terbaik. Indonesia bahkan meraih predikat pertumbuhan ekonomi terbaik kedua di antara negara-negara anggota G-20. Sayangnya, seluruh euforia ini seolah hanya menutupi borok Indonesia yang dibiarkan menganga sejak rezim Orde Baru (Orba).  Borok ini adalah korupsi yang mengerogoti sendi-sendi bangsa dan negara.

Reformasi yang sejatinya bertujuan mengembalikan fungsi normatif negara nyatanya gagal. Tindak pidana korupsi dewasa ini mulai menjalar ke generasi muda yang awalnya adalah gantungan harapan reformasi. Bagai keledai yang jatuh ke lubang yang sama, pemuda yang dulu meneriakan semangat reformasi justru melakukan kesalahan yang sama dengan pendahulunya yaitu korupsi.

Korupsi seolah menjadi budaya yang bahkan telah menjalari generasi muda. Padahal jika kita menilik kembali sejarah, pemuda merupakan aktor penting dalam reformasi. Lebih jauh ke belakang, pemuda Indonesia terutama kalangan intelektual merupakan tokoh pejuang kemerdekaan. Sejarah mencatat pada 28 Oktober 1928 pemuda-pemudi Indonesia meletakkan tonggak pertama sebagai satu bangsa, yaitu Bangsa Indonesia.

Menjelang proklamasi kemerdekaan, pemuda tetap memegang peran penting. Saat itu para pejuang kemerdekaan terbagi atas dua kalangan, yakni kalangan tua dan kalangan muda. Kalangan tua saat itu lebih memilih menunggu Jepang yang sudah menjanjikan kemerdekaan bagi Indonesia. Lain halnya dengan kaum muda yang mendorong agar segera dilakukan proklamasi. Hal inilah yang memicu terjadinya penculikan dua tokok proklamator ke Rengasdengklok. Belum lagi peran besar mahasiswa melengserkan rezim Orde Baru Soeharto yang kemudian menghembuskan angin reformasi.

Jelaslah apa yang dikatakan Presiden pertama RI, Soekarno bahwa seribu orang tua hanya dapat bermimpi, satu orang pemuda dapat mengubah dunia. Lalu bagaimana cara mahasiswa saat ini berkontribusi membangun negeri?

Paling tidak ada dua cara mahasiswa memberikan kontribusi “menyembuhkan” Indonesia dalam membangun tanah air. Pertama, mahasiswa berperan sebagai agen perubahan (agent of change). Mahasiswa sebagai generasi penerus sudah barang tentu akan menjadi sandaran bangsa kedepannya. Idealisme mahasiswa harus dijaga agar tidak terkontaminasi oleh “virus” korupsi sehingga akan menjadi generasi baru yang bersih.
Kedua, mahasiswa harus secara proaktif menjadi watchdog pemerintah. Peribahasa klasik menyatakan kekuasaan cenderung korupsi (power tend to corrupt) maka sama halnya dengan pemerintah Indonesia. Bangsa Indonesia pernah merasakan bagaimana rezim Orba mengangkangi konstitusi dan  mengekang kebebasan rakyatnya. Hasilnya adalah pemerintahan korup pasca-Orba.


Sikap pasif harus dihindari oleh para mahasiswa jika kita tidak ingin menulis sejarah yang sama bagi generasi penerus. Pengawasan harus dilakukan tidak hanya oleh wakil rakyat, tetapi dari seluruh elemen pembentuk masyarakat terutama mahasiswa. Mahasiswa sebagai kalangan intelektual berpotensi menjadi opinion leader bagi masyarakat di sekitarnya. Hal ini menjadikan posisi mahasiswa strategis sebagai pengawas kekuasaan. Indonesia bersih, niscaya Indonesia makmur. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan berkomentar mengenai artikel. :)