Hingar bingar
pertumbuhan dan stabilitas perekonomian Indonesia terus bergaung. Macan asia
kembali menancapkan cakarnya sebagai salah satu negara dengan pertumbuhan
ekonomi terbaik. Indonesia bahkan meraih predikat pertumbuhan ekonomi terbaik
kedua di antara negara-negara anggota G-20. Sayangnya, seluruh euforia ini
seolah hanya menutupi borok Indonesia yang dibiarkan menganga sejak rezim Orde
Baru (Orba). Borok ini adalah korupsi yang
mengerogoti sendi-sendi bangsa dan negara.
Reformasi yang
sejatinya bertujuan mengembalikan fungsi normatif negara nyatanya gagal. Tindak
pidana korupsi dewasa ini mulai menjalar ke generasi muda yang awalnya adalah
gantungan harapan reformasi. Bagai keledai yang jatuh ke lubang yang sama,
pemuda yang dulu meneriakan semangat reformasi justru melakukan kesalahan yang
sama dengan pendahulunya yaitu korupsi.
Korupsi seolah menjadi
budaya yang bahkan telah menjalari generasi muda. Padahal jika kita menilik
kembali sejarah, pemuda merupakan aktor penting dalam reformasi. Lebih jauh ke
belakang, pemuda Indonesia terutama kalangan intelektual merupakan tokoh
pejuang kemerdekaan. Sejarah mencatat pada 28 Oktober 1928 pemuda-pemudi
Indonesia meletakkan tonggak pertama sebagai satu bangsa, yaitu Bangsa
Indonesia.
Menjelang proklamasi
kemerdekaan, pemuda tetap memegang peran penting. Saat itu para pejuang
kemerdekaan terbagi atas dua kalangan, yakni kalangan tua dan kalangan muda.
Kalangan tua saat itu lebih memilih menunggu Jepang yang sudah menjanjikan
kemerdekaan bagi Indonesia. Lain halnya dengan kaum muda yang mendorong agar
segera dilakukan proklamasi. Hal inilah yang memicu terjadinya penculikan dua
tokok proklamator ke Rengasdengklok. Belum lagi peran besar mahasiswa
melengserkan rezim Orde Baru Soeharto yang kemudian menghembuskan angin
reformasi.
Jelaslah apa yang
dikatakan Presiden pertama RI, Soekarno bahwa seribu
orang tua hanya dapat bermimpi, satu orang pemuda dapat mengubah dunia. Lalu bagaimana
cara mahasiswa saat ini berkontribusi membangun negeri?
Paling tidak ada dua
cara mahasiswa memberikan kontribusi “menyembuhkan” Indonesia dalam membangun
tanah air. Pertama, mahasiswa berperan sebagai agen perubahan (agent of change). Mahasiswa sebagai
generasi penerus sudah barang tentu akan menjadi sandaran bangsa kedepannya.
Idealisme mahasiswa harus dijaga agar tidak terkontaminasi oleh “virus” korupsi
sehingga akan menjadi generasi baru yang bersih.
Kedua, mahasiswa harus
secara proaktif menjadi watchdog
pemerintah. Peribahasa klasik menyatakan kekuasaan cenderung korupsi (power tend to corrupt) maka sama halnya
dengan pemerintah Indonesia. Bangsa Indonesia pernah merasakan bagaimana rezim
Orba mengangkangi konstitusi dan
mengekang kebebasan rakyatnya. Hasilnya adalah pemerintahan korup
pasca-Orba.
Sikap pasif harus
dihindari oleh para mahasiswa jika kita tidak ingin menulis sejarah yang sama
bagi generasi penerus. Pengawasan harus dilakukan tidak hanya oleh wakil
rakyat, tetapi dari seluruh elemen pembentuk masyarakat terutama mahasiswa. Mahasiswa
sebagai kalangan intelektual berpotensi menjadi opinion leader bagi masyarakat di sekitarnya. Hal ini menjadikan
posisi mahasiswa strategis sebagai pengawas kekuasaan. Indonesia bersih,
niscaya Indonesia makmur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan berkomentar mengenai artikel. :)