Pernahkah Anda membayangkan
bagaimana sosok perempuan ideal? Besar kemungkinan Anda akan memikirkan sosok perempuan
“Kutilang” (kurus, tinggi, dan langsing) bak gitar spanyol. Sosok ini
dipercantik dengan kulit putih dan rambut hitam mengkilat.
Dari mana Anda mendapatkan
gambaran perempuan cantik seperti itu? Apakah itu orang yang Anda kenal? Atau
Anda pernah melihatnya di jalan? Atau di televisi? Pikirkan sekali lagi, apakah
benar perempuan dapat dikatakan cantik hanya jika dia berpostur layaknya artis
K-Pop di televisi?
Faktanya, setiap hari kita akan
digempur informasi dari media di sekitar kita. Dari media tersebut kita
membentuk citra bagaimana hal yang lazim dan bagaimana yang tidak. Percaya atau
tidak, sosok perempuan cantik yang “kutilang” tadi adalah hasil pembentukkan
citra oleh media yang Anda baca, tonton, dan dengar.
Thamrin Amal Tomagola seorang
sosiolog asal Indonesia pernah meneliti tentang citra perempuan di dalam iklan
di 4 majalah perempuan terkemuka di Indonesia. Keempat majalah tersebut adalah
Femina, Kartini, Sarinah dan Pertiwi terbitan tahun 1986 – 1990 (Tomagola,
1998, 330-347) Hasil temuan Tomagola atas 300-an iklan itu menghasilkan rumusan
5 citra tentang perempuan dalam iklan, yaitu: citra pigura (penampilan memikat),
citra pilar (sifat keibuan), citra peraduan (perempuan adalah objek bagi
laki-laki), citra pinggan (perempuan adalah sosok di dapur) dan citra pergaulan.
Masalahnya, media seringkali
mempersepsikan perempuan citra secara bias. Seolah-olah perempuan tak lebih
dari komoditas bagi keagungan para pria. Tidak percaya? Masih ingat iklan
parfum laki-laki yang menampilkan
seorang perempuan yang menggunting roknya? Iklan ini akhirnya diboikot
dan tidak ditayangkan lagi. Tidak sampai disitu, sinetron dalam televisi
seringkali menggambarkan perempuan sebagai sosok yang lemah, cengeng dan selalu
tertindas. Penggambaran yang sempit lambat laun diterima sebagai hal yang
wajar. Jika sampai citra perempuan seperti inilah yang lazim maka angan-angan
keseteraan hanya tinggal wacana.
saya sangat setuju sekali dengan tulisan anda. tidak banyak media yang menggambarkan sosok wanita lemah.
BalasHapus